02-July-2024

Strategi Adaptasi dan Advokasi Sosial Kelompok Perempuan Terhadap perubahan Iklim

Dewienta Pramesuari

News Image

erangkat dari kesadaran tentang perbedaan kerentanan yang dialami perempuan dalam konteks perubahan iklim, CeCUR melaksanakan FGD yang bertujuan untuk menghimpun perspektif, membentuk rasa saling memiliki dan merekatkan kelompok-kelompok perempuan yang selama ini hanya terkonsenterasi dengan gerakan masing-masing. Kegiatan ini diharapkan dapat menjadi langkah pertama dalam pembekalan perspektif warga perempuan di wilayah Pasar Segiri terhadap isu perubahan iklim serta memetakan kebutuhannya.


Diskusi ini dihadiri oleh 28 peserta terdiri dari instansi dan organisasi masyarakat yang mengadvokasi hak-hak perempuan dan anak seperti Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2PA) Kota Samarinda, Pusat Pusat Penelitian Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak (LP2M Universitas Mulawarman, Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Samarinda, Lembaga Konsultasi Kesejahteraan Keluarga (LK3), Daralead, Mahardhika Samarinda, Puan Mahakam, Rumah Berkesah. Selain itu, kegiatan ini dihadiri oleh warga setempat seperti PKK Kelurahan Sidodadi, Perwakilan perempuan RT. 22, Perwakilan perempuan RT. 27, Perwakilan perempuan RT. 27.


Pembahasan diawali dengan pantikan oleh Refinaya (Naya) dari Daralead yang menggali pengalaman-pengalaman perempuan yang mengalami beban berlapis akibat perubahan iklim yang diperparah dengan adanya pengerusakan lingkungan. Naya turut menambahkan contoh-contoh kasus baik yang terjadi di wilayah Kalimantan Timur atau di bagian lain Indonesia.


Moderator turut menambahkan berbagai contoh krusial bagaimana perubahan iklim di wilayah rural mempengaruhi banyaknya kasus pernikahan dini di kalsel akibat berkurangnya pendapatan Petani dan peternak ikan karena cuaca yang berubah-ubah. Selain itu, di wilayah urban pedagang perempuan dengan pendapatan harian harus mengalami penurunan pendapatan akibat cuaca yang berubah-ubah. Hal ini diperburuk dengan adanya sistem patriarki yang mempercayai pembagian-pembagian peran tertentu sehingga laki-laki enggan terlibat dalam urusan rumah tangga.


Berbagai Kelompok yang hadir turut memberikan perspektif melalui pantikan-pantikan tersebut. Pusat Pusat Penelitian Kesetaraan Gender dan Perlindungan Anak (LP2M Universitas Mulawarman) mengakui pengerusakan lingkungan yang terjadi menambah beban yang telah ditimbulkan oleh perubahan iklim. Upaya-upaya koservasi air bersih sangatlah dibutuhkan mengingat pentingnya ketersediaan air bersih bagi menjaga kebersihan organ genital perempuan. Mahasiswa Universitas Mulawarman melakukan penelitian terkait pencemaran timbal di Sungai Mahakam sehingga rawan menimbulkan kanker.


Dinas P2PA yang diwakili oleh Nanang dan Dela turut menyumbangkan perspektif seiring dengan terjadinya bencana alam dan pemanasan global, turut berpengaruh pada kondisi psikologis pasangan yang berumahtangga. Beberapa tahun terakhir terjadi peningkatan kasus kekerasan rumah tangga di Kota Samarinda. Serta terjadi peningkatan pelaporan terkait isu kekerasan anak sebanyak 160 kasus. Namun, tingginya pelaporan juga disebabkan oleh peningkatan kesadaran masyarakat akan pentingnya setiap bentuk kekerasan dalam rumah tangga untuk ditindak.


Dinas P2PA menyoroti faktor yang seringkali melemahkan perempuan adalah faktor ekonomi. Sehingga akar permasalahan yang perlu disentuh adalah bagaimana cara memperkuat kelentingan ekonomi pada perempuan untuk menghindari terjebaknya perempuan dalam hubungan beracun akibat ketergantungan ekonomi.


Dalam upaya edukasi masyarakat sendiri Dinas P2PA menganjurkan adanya poster/banner anti kekerasan perempuan dan anak diruang publik yang nantu terbangun. Selain dari pada itu Dinas P2PA menghimbau agar ruang publik ini nantinya tidak gelap/remang-remang sehingga ramah perempuan dan anak.


Selanjutnya Perkumpulan Keluarga Berencana Indonesia (PKBI) Kota Samarinda memberikan beberapa masukan terkait nilai-nilai inklusivitas yang penting untuk didukung oleh proyek Merangkul Matahari. Kelompok trans yang mengidentifikasi diri mereka sebagai perempuan dan merupakan bagian dari kelompok rentan, layak untuk mendapatkan akses ruang publik sebagai haknya. Bilamanapun, segala stereotip yang membayangi transpuan yang diasosiasikan hanya sebagai pekerja seks komersil terbentuk dari tidak terlibatnya transpuan dalam wadah fasilitas dan pemberdayaan sosial. Sehingga mereka kurang mendapatkan recognition sebagai tokoh wirausaha. PKBI menekankan Transpuan memiliki skill dan penegtahuan yang dapat ditransfer dalam pemberdayaan kewirausahaan. Hal ini berkesinambungan dengan poin kelentingan ekonomi.

Puan Mahakam dan Rumah Berkesah sama-sama menyoroti pentingnya pengembangan internal dari perempuan sendiri. Hal tersebut meliputi pentingnya perempuan untuk menyadari hak-haknya. Hal ini dapat dicapai dengan pembekalan berupa ilmu pengetahuan terkait kesetaraan gender dan perkembangan kepemimpinan perempuan.


Warga Perempuan RT. 22, 27 dan 31 sendiri menyambut baik masukan-masukan dan inisiatif yang disampaikan oleh setiap instansi dan organisasi masyarakat yang berhadir. Warga mengharapkan adanya fasilitas penunjang dan sistem yang membuka kesempatan warga untuk menambah pendapatan. Diantaranya:

1. Lapangan pekerjaan

2. Bantuan Modal Usaha

3. Lapak UMKM


Di akhir acara para undangan diskusi menandatangani berita acara perjanjian kerjasama, sebelum nantinya merancang rencana tindak lanjut bersama di pertemuan selanjutnya. Poin-poin yang disepakati, yakni:

1. Instansi dan organisasi yang diundang bersedia berkolaborasi dan melibatkan Ibu-ibu RT.22, 27 dan 31 dalam program kegiatan instansi masing-masing.

2. Instansi dan organisasi yang diundang bersedia berkontribusi dalam pelatihan-pelatihan yang akan dilaksanakan CeCUR baik sebagai pemateri atau fasilitator.

3. Instansi dan organisasi yang diundang bersedia untuk melibatkan dunia usaha bawaannya sebagai mitra kerja yang dapat memperkaya peran pentahelix dalam pemberdayaan sosial perempuan.


Komitmen ini adalah proses awal menuju terbentuknya POKJA pengelolaan ruang publik yang melibatkan warga sekitar ruang publik, komunitas lokal serta pemerintah kota Samarinda.